Minggu, 21 Juli 2013

James Prond

Posted by Unknown On 14.46
(Cerita 4: Oleh Ashari Yudha Alfitriansyah)


Alkisah disebuah desa bernama Desa Sukasuka, hiduplah seorang pemuda. Pemuda yang bertampang norak, culun, jongos, rambut yang dibelah tengah, berpakaian cupu, dan pada akhirnya diiberi nama oleh orang tuanya Prondo Sukoco atau orang orang yang biasa memalaknya memanggilnya Prondo. Pemuda yang mengaku blasteran padahal mukanya kampungan. Prondo  kecil tidaklah bahagia walaupun ia menganggap sebaliknya. Dipalak, diejek bahkan dikeroyok preman seperti sudah menjadi makanan sehari hari bagi Prondo. Saat masih TK ia amat terobsesi dengan megaloman, pahlawan super asli Indonesia sampai sampai ia pernah menyangka dirinya sebagai titisan megaloman, yang diutus untuk menumpas kejahatan di muka bumi. Tapi menginjak masa remaja dirinya mulai tersadar. Dengan otaknya yang dari dulu sampai sekarang masih cekak, ia  bertransformasi menjadi detektif desa. Bertugas menyelidiki dan menyelesaikan seluruh permasalahan warga desa Sukasuka. 34 kali menangani kasus kriminal kelas teri yang kesemuanya berakhir di ruang mantri desa akibat dihajar maling, Prondo dengan bangga menyebut dirinya James Prond. Dengan kendaraan operasional khusus, sepeda kumbang, James Prond memulai aksi amatirnya dari sebuah rumah bambu milik Pak Prondo Sasomo dan Bu Aning Sukoco, kedua orang  tuanya.
            Suatu pagi hari agak mendung. Prondo seperti biasa mengisi hari harinya sebagai pengangguran, jika sedang tidak ada kasus, dengan memancing. Berbekal pancingan bambu yang dia colong dari mang ujang, penjual nasi goreng yang biasa dihutangi Prondo, dan doa restu kedua orang tuanya. Dimulai dari kayuhan pertama sepeda kumbangnya, Prondo memulai harinya dengan penuh harapan, yaitu tidak bertemu preman kampung yang biasa memalaknya. Dengan tingkat keberuntungan jongkok, Prondo sukses melewati jeratan preman preman itu. Belum sampai Prondo pada tempatnya biasa mangkal yaitu kolong di tepi desa, dari jauh terdengar suara merdu dari ujung sawah.”Maling…maling”. Dengan naluri detektif pas-pasan, Prondo bergegas menuju sumber suara yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempatnya.
            “Ada apa ini?”,Prondo bertanya dengan seorang lelaki paruh baya yang dari tadi jelas terlihat sibuk sendiri yang belakangan diketahui bernama Tugiman, teman dekatnya Suparjo, anaknya Suparji, yang punya warung makan terkenal di desa dekat rumah Suparja. “Bebek saya hilang dua, awalnya delapan sekarang tinggal tujuh”, jawab Tugiman dengan muka yang amat serius. “Itu hilang satu, geblek”. “Oo, gitu yak. Ya pokoknya bebek saya hilang. Aduuh..bagaimana ini? Saya bisa dimarahin sama majikan saya, Pak Suparji”. “Oo..Suparji yang salah satu peternakan bebeknya dekat warung makannya Suparja, ayahnya Suparjo?”. “Betul sekali, kira kira mas ini bisa bantu gak ya?”. Dalam hati Prondo berpikir bahwa ini saat yang tepat untuk menunjukkan kehebatannya pada Marning, salah satu perempuan desa pujaan hatinya yang baru dikenalnya sejak dirinya hampir dipalak untuk ke-10 kalinya di bulan ini. Saat itu Marning ikut membantu kelolosan Prondo dari preman kampung. “Tenang saja mas….saya akan bantu dengan segala kemampuan detektif yang saya miliki”, jawab Prondo dengan amat sangat yakin. “Kira-kira mas ini merasa kehilangan bebek anda itu sejak kapan, ya?” Tanya Prondo memulai investigasinya. “Waktu itu saya bawa mereka-mereka ke kolong di tepi desa, lalu…”. “Oo…tempat saya biasa mancing dong”. “Peduli amat. Nah, lalu pas saya bawa balik ke kandang udah melongos kemana-mana tuh bebek. Nggak tau dah hilangnya kemana”. “Punya fotonya ndak?”. “Kebetulan ada. Nih di Blackberry saya”. Dengan kebingungan tingkat tinggi Prondo pun dengan segenap hati meraih Blackberry-nya Tugiman. Seperti orang desa tulen kebanyakan, penyakit katrok Prondo kambuh seketika. Dengan segala ke-katrok-an yang dimilikinya, Prondo dengan sukses menemukan tempat penyimpanan foto bebek hilang. “Wuihh, cantik bener”, seru Prondo tiba tiba. “Mana mana…lo, itu sih foto cewek saya”. “Waduh, galak bener”. “Itu kan foto emak saya”. “Alamak, jelek bener”. “Sialan , itu kan foto gue, sini gue cari foto bebeknya!”. “Oo, itu ye. Okelah kalau begitu”. Dengan sebuah jabat tangan, misi James Prond edisi kali ini pun resmi dimulai. Prondo diberi deadline sampai sore untuk mendapatkan kembali bebeknya karena juragan Suparji biasanya melakukan pengecekan pada hari itu.
            Tak berapa lama dari kejadian itu, Prondo dengan segenap jiwa dan raga mendatangi tempat penyelidikan pertama, kolong tepi desa. Disana ia memulai aksi detektif nya bak di film-film James Bond. Namun, dengan segala bentuk kebodohan yang ia miliki aksinya tidak terlalu berjalan baik. Beberapa kali terperosok di kubangan lumpur, menginjak kotoran ayam, sampai sampai dilempari sandal jepit karena diduga kuat mengintip istri orang yang sedang mandi. Dengan semangat yang seakan tak pernah padam, bagaikan lampu teplok yang selalu disiram minyak tanah. Tiba-tiba, “Wow..ada jejak kaki. Punya siapa ni?”, teriak Prondo dengan suara yang sangat keras. Dari kejauhan terdengar, “Woi…siape tu yang teriak? Bising tau..”. Sejurus kemudian tidak terlihat lagi muka jongos pemuda tersebut. Ia sudah dengan sok sibuk mengikuti jejak kaki yang tidak jelas milik siapa.
            Sekian lama berjalan, akhirnya jejak kaki tak bertanggung jawab itu menuntunnya pada sebuah pondok kecil. “Kwek…kwek”. Dalam hati Prondo berkata, “Suara bebek tu, punyanya Tugiman kali!”. Perlahan dan tak pasti Prondo mendekati pondok yang baginya lebih terlihat seperti kandang ayam kumuh tak terawat. Begitu ia lihat kedalam, langsung nongol sekujur badan tak bergerak tanpa baju hanya memakai kolor pendek bertuliskan Pulau Bali. “Ni orang bule nyasar kali, tapi mukanya ndeso. Ancur banget”, kata Prondo dalam hati tanpa menyadari keadaan pada dirinya sendiri. Dengan bersenjatakan sepotong dahan kecil, Prondo bermaksud mengecek untuk mengetahui apakah masih ada tanda-tanda kehidupan pada bule kampung tersebut. Setelah sedikit menusuk perut orang tersebut, tiba-tiba orang tersebut menggeliat tak jelas. Dengan otak manusianya, Prondo berpikir bahwa orang itu hanya tertidur. Maka dilanjutkanlah pencarian Prondo terhadap si bebek hilang. Ditelusurilah sekeliling rumah pondok itu. Tapi sekian lama mencari, tapi tak juga ketemu bebeknya. Sampai sampai ia hampir tertidur karena kelelahan. Tiba tiba terdengar lagi suara bebek itu. Setengah sadar ia terkejut karena mendengar suara yang dari tadi ia tunggu tunggu. Semangat Prondo seakan hidup kembali, bagai kompor minyak yang kembali disiram bensin. Setelah ditelusuri, alangkah Prondo kecewa karena ternyata suara tersebut berasal dari benda hitam kecil yang mempunyai 21 tombol yang setelah diteliti itu adalah sebuah benda mewah bersinar yang orang Indonesia tulen sebut hape. Dengan wajah merengut dengan mulut yang seakan mau copot dari mukanya, badan Prondo tergulai lemas tak berdaya, terduduk dengan tatapan kosong meratapi nasib malangnya.
            Seakan tanpa tujuan jelas, Prondo menghampiri sepeda kumbangnya dengan maksud mengabari Tugiman kalau misinya kali ini tidak komplit. Saat Prondo sedang dalam perjalanan menuju Tugiman, tiba-tiba matanya langsung tertuju pada seekor makhluk kecil yang menurut sebagian besar buku pelajaran biologi namanya bebek. Setelah dilihat lebih seksama ternyata bebek tersebut memiliki cirri ciri yang sangat mirip dengan bebeknya Tugiman. Dengan muka setengah tak percaya yang berlebihan, Prondo dengan girang membawa bebek yang dari tadi telah membuatnya susah itu kepada Tugiman. Setelah sampai, disana tidak ditemukan Tugiman. Hanya ada seorang bocah yang hidungnya ingusan duduk tak jelas di dekat kandang bebek. “Dek, ada mas Tugimannya nggak?” tanya Prondo. “Mas Tugimannya sudah pulang om” jawab anak itu polos. “Tadi mas Tugiman minta ke saya untuk mencarikan bebeknya yang hilang, nih dia bebeknya”. “Ha? Perasaan nggak ada yang hilang”. “Apa?”. “Tadi mas Tugiman sempat cerita kalo dia baru aja ngibulin orang jelek, dongok, tampang ndeso yang mau aja disuruh cariin bebek hilang. Mungkin mas deh orangnya”. “Sialan tu orang, terus…ni bebek siapa dong?”. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara lari kepala desa bersama para warga sedang mencari bebek pak kades yang diduga dicuri tadi sore. Saat itu juga Prondo lenyap dari tempat tersebut mencari perlindungan diri dari serbuan massa.

            Itulah desa Sukasuka, suka membesar besarkan yang seharusnya tak perlu dibesar besarkan. Tapi inilah realita di sekitar kita. Terkadang lucu namun tak jarang menyakitkan. Tinggal masalah kita yang memandangnya dari sudut mana.

Cerita ini terbagi menjadi 31 cerita yang merupakan karya tangan anak-anak kelas XA SMAN 1 Pemali. Cerita ini saya buat untuk mengenang masa-masa indah bersama teman-teman di sekolah. Mudah-mudahan nanti akan saya publikasikan juga Cerpen karya anak-anak XB.



Tetap bersama baygag karena blog ini akan terus di update  :)

Temukan 31 Seri cerita lengkapnya!!! klik di sini


Site search

Free Backlinks