(Cerita 1:Oleh Prieskarinda Lestari)
Cahaya bulan itu
tak seindah dan seterang seperti
biasanya. Cahayanya redup, seperti bohlam lampu yang ingin mati. Cahaya
bulan itu pudar, semakin pudar. Menyisakan
sedikit cahayanya. Suasana alam penuh kegelapan, penuh ketidakjelasan yang semuanya tak bisa aku pahami. Cahaya
bulan itu hampir kosong, hanya tersisa setitik cahaya
untuk memberikanku sebuah penjelasan yang sama sekali tak bisa kumengerti.
Ragaku rasanya sudah tak berjiwa.
Entah hilang kemana jiwaku. Aku seperti sebuah
benda yang tak bernyawa. Benda mati. Namun aku bukan benda mati ! Aku
benda bernyawa ! Aku bisa hidup
seperti biasanya. Aku hidup !! Iya, kutegaskan sekali lagi, aku hidup !! Tapi
aku hidup seperti benda mati, namun aku juga hidup sebagai mahkluk hidup !!
Aaahhh ... semuanya membuatku bingung.
Kau tahu, jiwaku sudah kosong! Sudah tak ada apapun
didalamnya. Diriku hampa ! Seperti ruang ini, ruang bercat putih polos dengan semua
perabotannya berwarna putih semua. Semuanya terasa hampa bagiku. Kau pikir ini indah? Kau
pikir ini mengagumkan ? Kau salah !! Kau salah besar !! Kau salah dengan semua
pikiranmu ini. Pikiranmu tak sama dengan pikiranku ! Jangan salahkan aku atas
semua yang telah terjadi !! Jangan salahkan aku sepenuhnya !! Itu juga semua salahmu
!! Kau harus tahu itu !!
“ Vanny.. ada apa? Apa ada sesuatu yang bisa
kubantu ? “ tanya seseorang itu
Lamunanku
terbuyarkan oleh seseorang itu. Siapa dia ? Rasanya aku tak kenal dia, tapi sepertinya aku ingat dengan dia. Dia
seperti seseorang yang menancap kuat di ingatanku. Ah.. dia !!
“ Vanny... Vanny...
Aku bawakan sesuatu untukmu. Bunga anyelir putih
kesukaanmu. Kulihat yang di vas bunga sudah mulai layu maka aku ingin
menggantinya. Kau pasti suka.” Katanya
lagi
“ Oh
kau Rezta. Terimakasih. Bunganya indah. Kau tahu apa yang kusuka” kusunggingkan
sebuah senyum manisku
“ Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan
? “ tanya ia lagi
“ Ntahlah. Aku merasa sudah baikan.
Kapan aku bisa bertemu ibuku. Aku rindu padanya”kataku sambil menghela nafas panjang
“ Beberapa hari lagi. Temanku yang bekerja
disini
memberitahukanku kau bisa pulang ke rumah beberapa hari lagi hingga semuanya
selesai.” Katanya
Aku
hanya menggeleng tak mengerti apa yang baru saja dikatakan oleh Rezta . Hanya
Rezta dan ibulah orang yang bisa kuingat
dari semua peristiwa yang telah kualami. Semua kenangan itu mengingatkanku pada
kejadian yang saking perihnya tak bisa aku ingat. Neuron-neuron di otakku
seperti tak mampu lagi untuk hanya sekedar mengulang kembali semuanya. Mengulang
kisah lalu. Mengulang kenangan yang tak seindah aurora di kutub utara.
“Rezta,aku sekarang ada dimana? Aku tak kenal semua ini! ” tanyaku pada Rezta
“ Vanny ku... kau berada di sebuah
tempat yang bisa membantumu” katanya padaku
“ Membantuku ? Membantuku apa? “ rasa penasaranku tiba-tiba saja
muncul
“ Membantumu menghadapi dunia. Dunia
yang sebenarnya” jawabnya singkat
“ Aku masih tak mengerti !” kataku
dengan nada sedikit kesal
“ Kau akan tahu setelah semuanya memberitahumu pada
waktunya. Oh ya, sudah sore. Aku pulang dulu ya. Ibumu masih menunggu dirumah.
Aku sudah letakkan bunganya di vas bunga di mejamu.
Seperti biasa 9 tangkai bunga Anyelir putih.Seperti kesukaanmu. Akan nampak
indah menghiasi kamarmu. Bye Vanny
ku...” perkataannya untuk pamit pulang kembali dan kembali meninggalkanku
setiap sore selama beberapa bulan ini. Diiringi sebuah
kecupan kecil di keningku. Aku hanya mengangguk pelan. Malas membalas
perkataannya.
Matahari sudah enggan menampakkan
wajahnya, lebih memilih untuk bersembunyi dibalik indahnya cahaya purnama yang
syahdu. Inilah dimana semuanya akan mulai. Inilah awal dari semua titik
kulminasiku. Aku akan berubah !! Berubah menjadi diriku yang lain ! Kau bingung
aku juga sama. Entah apa yang terjadi padaku ini. Aku merasa seperti memiliki
bagian diriku lainnya dari bagian diriku. Entahlah aku bingung setengah mampus!!
Malam semakin pekat, aku seperti
melihat bagian diriku itu. Dengan jelas. Aku sangat cantik waktu itu. Gaun
merah satin dengan design yang mewah melekat pas di tubuhku, serasi . Rambut
panjangku terurai indah dengan gaya rambut seperti artis-artis di televisi yang
setiap hari kulihat di kamarku. Kaki indah terlihat anggun dengan sentuhan
sepatu Stiletto tinggi berhak 10cm berwarna merah keemasan, mengagumkan ! Apalagi
wajahku ! Kupikir artis-artis televisi itu kalah, bahkan mungkin model
profesional pun tak sebanding. Namun apa itu? Aneh sekali dengan sesuatu yang yang berada di dadaku.
Bukan! Itu bukan kalung! Lalu apa? Benda itu mengalungi leherku. Namun apa benda itu ? Seperti sebuah
kilatan logam yang tajam ! Itu pisau belati! Yah pisau belati yang tajam
sekali! Bahkan untuk membunuh seseorangpun hanya menggoreskan dengan pelan
belati itu ke urat nadinya. Namun
mengapa ada pisau belati terkalung di leherku ?Terkalung tepat berdaa di tengah-tengah dadaku. Lalu belati itu berlumuran darah
berwarna merah pekat ? Saat sepertinya aku sedang menjadi wanita tercantik
sedunia, apa hubungannya dengan pisau belati ?
“ Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh..........!!!!!!!!”
sesuatu itu mengejutkanku hingga aku berteriak
Sesuatu itu mengerikan ! Banyak
tetesan darah yang mengalir dari sesuatu yang bergantung persis didepanku.
Seutas tali menjerat leher mereka masing-masing! Kondisi mereka mengenaskan! Seluruh
tubuh telah mati terbujur kaku. Pucat pasi ! Tanpa darah yang mengalir lagi!
Lidah mereka menjulur keluar dari
mulutnya! Dalam kondisi tergantung! Dengan bekas-bekas tujaman
belati yang menghujam tubuh mereka. Darah telah bersimbah dimana-mana. Aku
mendengar suara-suara itu.
“ Vanny kaulah yang membunuhnya!!
Kau yang membunuh mereka! Kau vanny! Pembunuh! Pembunuh !! Pembunuh !! Pembunuh
!! “ suara itu semakin mempengaruhi diriku
“ Bukan
diriku yang membunuhnya! Bukan aku! Bukan aku! Tidak!!!! “ teriakanku bergema
“ Kau
pembunuh Vanny! Pembunuh ! Kau pembunuh !! “ suara yang tak jelas asalnya itu
semakin menakut-nakutiku
“ TIDAK !!!!! BUKAN AKU !!! AKU
BUKAN PEMBUNUH !!! “ sanggahku
“TIDAK
!!!BUKAN AKU YANG MEMBUNUH MEREKA! AKU TIDAK MUNGKIN MEMBUNUH IBUKU ! MEMBUNUH
REZTA !! TIDAK MUNGKIN !! “
Aku terbangun
dari mimpiku. Mimpi burukku. Mimpi yang entah mengapa selalu datang kepadaku
setiap malam menemani tidurku. Keringat dinginku bercucuran dengan deras.
Membasahi seluruh tubuhku hingga hampir seluruh tubuhku basah kuyup karena
keringatku. Aku takut ! Aku benar-benar takut! Apa sebenarnya maksud dari mimpi
itu? Mimpi itu sudah berkali-kali menghampiriku dalam beberapa hari, atau
beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan terakhir. Entahlah !! Sudah terlalu sering
mimpi itu mendatangiku! Memberikan sebuah rasa takut yang tak bisa kuhilangkan
! Apa sebenarnya maksud mimpi itu...
Matahari telah bersinar dengan
terik, berusaha menerobos masuk ke tempat tidurku untuk membangunkanku dari
sela-sela jendela bergorden putih yang kokoh. Kembali aku bermimpi dengan mimpi
yang sama. Entah sudah terlalu sering.
Aku takut. Apa hubungannya belati itu dengan diriku? Kenapa waktu itu aku
sebagai pembunuh? Padahal aku bukan pembunuh! Aku bukan pembunuh!
Kulihat
sekelilingku. Tidak ada yang berbeda. Semuanya tampak sama. Aku hendak
berangkat dari tempat tidurku namun sebuah bunyi hantaman benda berat menyentuh
lantai menghentikan langkahku. Kulihat sekeliling.Tidak ada benda satupun yang
terjatuh di kamarku. Kenapa aku seperti mendengar sesuatu? Ah sudahlah mungkin
hanya halusinasiku saja
Tok....tok...tok kudengar suara pintu diketuk dari diluar.
Kuintip dari balik jendela. Oh, ternyata seorang wanita muda berseragam putih
putih khas untuk para suster atau perawat menenteng sebuah nampan berisi makan
pagiku dan ya seperti biasa beberapa obat yang hanya kuanggap permen saja. Aku
sudah terbiasa dengan semua itu. Apalagi obat-obatannya, rasanya seperti
permen. Aku sangat tahu siapa dia. Dialah Mira, sahabatku, teman terbaikku, juga
yang selalu membantuku selama aku dititipkan di sebuah tempat
yang dimiliki oleh temannya Rezta. Yah disini ! Di rumah keduaku. Aku sangat
nyaman tinggal disini,padahal aku tak tahu tempat apa ini. Aku juga terkadang
kangen dengan ibuku.
“Mira ! Bisakah
kau membantuku ? “ tanyaku sambil membukakan pintu untuknya
“Hah...
ada apa ? Eh.. nih sekalian aku bawakan seperti biasa nasi goreng spesial untuk
sarapanmu “ jawabnya sambil meletakkan nampan itu diatas meja
“ Bisakah
kau membantuku? “ tanyaku sekali lagi
“Memangnya ada apa? Ada yang kau
inginkan ? Katakan saja padaku” dengan tulus diucapkannya
“ Sebenarnya tempat apa ini?
Semuanya rasanya mengurungku dalam jeruji tak kasat mata, sebenarnya apa yang
terjadi padaku ? “ kata-kataku keluar saja tanpa pikir lagi
Kulihat ada sesuatu yang
disembunyikan dari Mira. Dia sepertinya kebingungan menjawab pertanyaanku.
Rasanya ada ketakutan bila dia memberitahukan jawabannya padaku. Apa ini?
“ ehm... ehm... anggap saja ini
liburanmu. Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Dan ini ada sebuah surat kutemukan
di depan pintu kamarmu Vanny. Ini suratnya” sambil menyerahkan sebuah surat
berwarna putih namun harum parfumnya seperti parfum seseorang yang kukenal.
“ Terimakasih.
Kau sudah banyak membantuku.” Jawabku
“ Sama-sama. Itu memang sudah
kewajibanku. Aku pergi dulu ya” jawabnya sambil menutup pintu kamarku
Sebuah surat? Dari siapakah ini? Sepertinya aku kenal
dengan tulisan tangannya, harum parfumnya. Kubuka sepucuk surat itu. Darahku
serasa tiba-tiba berdesir. Jantungku berdegup kencang !!
Siapakah
pengirim surat ini ? Mengapa dia mengetahui semua mimpiku? Mengapa ? Darimana
dia tahu ini ? Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Keringat dinginku kembali
mengalir deras kesekujur tubuhku. Ada apa ini? Semuanya terasa gelap! Aku takut
! Aku takut akan ketakutanku. ! Bulu kudukku merinding semua.
Apa ini ?? Apa yang akan terjadi
nanti malam ? Ibu ! Rezta ! Tolong aku ! Dimana kalian ? Lalu siapakah pengirim surat itu? Parfumnya sepertinya akrab di diriku. Anyelir
putih? Siapakah itu? Bukannya yang selalu membawakanku 9 tangkai bunga anyelir
adalah Rezta. Rezta adalah satu-satunya orang yang
kupercaya saat ini. Rezta adalah pacarku! Lalu jika memang ia yang mengirimkan
surat itu, apa maksudnya. Bukannya ia sangat menyayangiku.
Gaun merah. Stilleto merah keemasan.
Rambut indah terurai. Dan belati itu. Semuanya apa hubungannya? Lalu siapakah
Anyelir putih ini. Apakah Rezta. Rasanya tidak mungkin. Lalu siapa? Lagipula
siapa yang tahu semua tentang mimpiku? Selain Rezta. Siapa lagi?
Lamunanku terbuyar saat seseorang
mengejutkanku dari belakang. Semilir angin sore dibawah pohon yang menyejukkan
tak mampu mengalahkan keterkejutanku.
“ Vanny ! hayo sedang ngapain ?
Nggak baik melamun ! “ Mira mengejutkanku
“ Ternyata kamu Mira ! Ngapain sih
ngejut-ngejutin ! Kaget nih !” jawabku dengan kesal
“ Nggak ada apa-apa. Cuman iseng
aja. Hehe... “ iseng sekali Mira
“ Mira, kamu adalah orang yang
selalu berbuat baik padaku. Bolehkah aku menceritakan sesuatu kepadamu ? Hanya
kau dan aku yang tahu. “ kataku meminta pertolongannya
“ Baiklah.
Apa itu”
Kuceritakan semuanya. Betapa aku
sangat menyayangi ibuku, ayahku, dan Rezta. Aku sangat menyayangi Rezta. Namun
entah kenapa terbesit wajah cemburu saat aku bercerita tentang Rezta. Entahlah tidak
apa-apa bagiku. Lalu aku menceritakan tentang mimpiku. Mimpi buruk yang selalu
menghantuiku. Dan juga surat itu. Entah kenapa setelah aku menceritakan
semuanya aku merasa seolah-olah ada beban yang lepas dari diriku. Aku ingin
meminta bantuan Mira
“
Mira. Bisakah aku meminta bantuanmu. Bisakah kau menemaniku dikamarku malam
ini. Hanya malam ini. Bisakah kau. Siapa tahu aku bermimpi buruk lagi. Maukah
kau?” pintaku
“Baiklah.
Asalkan kau memberikanku bunga anyelir putih yang ada dikamarmu. Aku sangat menyukainya.
“ jawabnya
“ ehm.. sebenarnya aku sedikit
keberatan karena bunga itu dari Rezta. Tapi tidak apa-apa. Toh besok dia akan
membawakanku bunga anyelir lagi. Tapi kau mau kan menolongku?pintaku lagi
“ Otre
deh !” senyum genitnya memaksaku mencubit pipinya yang rada tembem. Gemas!
Hilang sudah rasa takutku untuk
malam ini. Yah malam ini. Walaupun ketakutanku itu masih menggerogoti hatiku. Oh
ya... Tumben Rezta jam segini belum menemuiku. Aku kangen dia. Aku kangen
suaranya. Ahh... Itu dia !!
“ Sore Vanny ku... maaf aku
terlambat datang kesini. Tadi macet.” Katanya
“ Iya.. Nggak papa kok. “ jwabku
“ Aku
punya kabar bahagia untukmu, Vanny .” kata Rezta dengan nada gembira
“ Apa
itu “ penasaranku muncul
“ Surat
inilah yang membawa kabar gembira itu untukmu juga untukku.”
Dikeluarkannya sepucuk surat dari
kantong jaketnya. Langsung saja aku merebutnya cepat dari tangannya ke
tanganku. Secepat kilat kubuka. Dengan lincahnya aku menahan gerakan tangannya
yang menahanku untuk membuka surat itu.
Sebuah surat dari Rumah Sakit Jiwa
Bakti Warsada. Tertulis nama : Geovanny
Milrenona, telah dinyatakan sembuh dari penyakitnya setelah menjalani 4 bulan rehabilitasi dan berhak untuk kembali
menjalani hidup tanpa ada campur tangan pihak rehabilitasi kecuali jika dalam
suatu waktu, penyakit yang disebutkan kembali diderita. Tertanda Kepala
Rehabilitasi Bakti Warsada: Mira Astari.
Aku? Kenapa ada namaku
disitu?Geovanny Milrenona? Sembuh? Dari penyakit apa? Rehabilitasi Bakti
Warsada ? Sakit apakah aku? Ada apa denganku? Apakah psikologisku terganggu?
Kurasa tidak. Rehabilitasi ? Untuk apa?
“ Apa ini Rezta ? Aku sembuh dari
apa ? Ternyata selama ini aku di rehabilitasikan? Kenapa?”
“Aku bisa jelaskan semuanya Vanny sayangku. Aku bisa
jelaskan. “ Rezta mempertegas suaranya.
“ Jelaskan
semuanya padaku ! Aku sembuh dari apa ? “ kataku kesal
Rezta mencoba menurunkan nada suaranya. Mencoba menjelaskan sesuatu kepadaku.
Aku ternyata mengalami penyakit psikologis. Schizophrenia. Yah, aku penderita
Schizophrenia, penyakitku unik. Bukan fisik yang diserang namun sisi
psikologisku. Aku sering mengalami delusi tentang identitas personalku,keadaan sekitar atau
lingkungan sosialku, dan punya penyakit mental. Atau di masyarakat awam, aku
dikatakan orang yang punya lebih dari satu kepribadian dalam diriku. Tapi aku
merasa aku baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengan diriku. Apalagi kepribadianku.
Aku biasa-biasa saja.
Rezta
mengatakan aku mulai bersikap aneh
ketika aku terus-terusan memintanya membelikanku anyelir putih.Aku tidak tahu darimana aku bias menyukai bung
anyelir, putih lagi. Padahal anyelir putih adalah lambang duka dari
meninggalnya seseorang, putih berarti suci. Namun itukan terserah orang yang
memiliki selera. Anyelir putih menurut buku yang kubaca juga melambangkan cinta
yang murni, cinta yang suci. Aku suka itu. Aku dan Rezta.
Setelah aku sudah terlanjur suka
dengan anyelir putih, sikapku sudah mulai aneh.
Rezta merasa aku mulai aneh. Tingkahku selalu berubah-ubah. Setiap hari.
Kadang-kadang aku seperti seorang anak kecil yang manja, atau aku menjadi
pribadi yang emosional, bahkan aku pernah menjadi seseorang yang sangat diam,
terlalu acuh dengan lingkungan sekitar.Itu belum seberapa. Malahan aku pernah
memiliki kepribadian seperti seorang malaikat yang sangat baik. Dan tak jarang
aku seperti memiliki teman khayalan katanya. Aku seperti selalu berbicara
sendiri, padahal aku yakin saat itu aku sedang berbicara dengan seseorang.
Saat itu aku merasa jenuh. Bosan.
Muak . Aku merasa sudah mencapai titik kulminasiku. Benar-benar jenuh, bosan,
muak, letih, gelisah dengan diriku sendiri. Aku merasa ada diriku yang lain di
diriku sendiri. Tapi aku merasa baik-baik saja. Malahan saat Ibu dan Rezta menyarankanku untuk pindah ke tempat yang
dulunya aku tidak tahu kalau itu rehabilitasi aku terima-terima saja, bahkan
aku nyaman tinggal disini.Aku bias bebas
lepas dari semua kejenuhanku, kebosananku. Rezta
menyarankan Ibuku untuk memasukkanku ke rehabilitasi ini setelah ia berbicara
dengan temannya yang ahli psikolog atau psikiater sekaligus pemilik
rehabilitasi. Hanya
saja ada hal-hal yang tanpa kusadari ‘menyembuhkanku’.
“ Namun itu semua sudah lalu Vanny
ku. Itu masa lalu. Sekarang kau sudah sembuh. Aku tidak `akan membiarkan kau
kembali menjadi seperti dulu.Aku akan selalu menjagamu. Seperti kelopak-kelopak
anyelir yang rapat menjaga putiknya. “
“ Namun
apa yang menyebabkan aku menjadi Schizophrenia ?” tanyaku bingung
“ Aku tak tahu. Namun kata Mira. Itu
bisa terjadi karena adanya kejenuhan terhadap diri sendiri. Juga adanya
pengaruh aroma relaksasi yang membuatnya menjadi ketagihan hingga merangsang
otak untuk berperilaku dan memiliki
kepribadiann yang berbeda.”
Jelasnya padaku
“ Ok. Aku kan psikolog juga. Haha...
“ kataku bercanda
“ Vanny sudah sore. Besok pagi aku
jemput ya. Besok aku akan membawamu ke sebuah tempat yang mengagumkan. Hanya
untukmu. Bye sayangku... “ pamitnya
Aku hanya mengangguk pelan. Aku lupa
tanya tentang surat itu. Apakah mungkin memang Rezta yang mengirimnya ? Kurasa
tidak. Aku capek dengan semua ini. Oh ya, Mira sudah ada di kamarku? Mungkin
sudah. Jam kerjanya sudah lewat dari tadi, lagian ternyata dia adalah kepala
rehabilitasi ini. Baru tahu aku. Sudahlah.
Kupandangi 9 tangkai bunga anyelir putih yang ada divas
bunga. Indah. Menawan. Bentuknya yang indah, kelopak-kelopaknya yang rapat ,
aku ingat perkataan Rezta, dia akan menjagaku bagai kelopak bunga anyelir yang
menjaga putiknya. Aku sayang Rezta. Aku juga heran, kenapa aku suka bunga
Anyelir putih? Kenapa juga aku suka bunga
Anyelir dengan jumlah 9 ? Walaupun aku tahu Anyelir putih itu lambang duka
orang meninggal? Apakah benar lambang cinta yang suci? Membingungkan.
Kucium harum semerbak bunga Anyelir
putih. Tiba-tiba rasa kantukku menguasai diriku. Rasa kantuk yang sangat berat,
tak bisa kutahan lagi. Tiba-tiba saja aku terlelap di tempat tidurku
sementara Mira sudah dari tadi tidur terlelap di tempat
tidurku. Aku rasa aman, tidak akan ada yang kutakuti untuk menghadapi surat
ancaman itu.
Teengteng... jam dinding dikamarku
berbunyi. Tepat jam 12 malam. Aku terbangun ! Aku menunggu dengan penuh rasa
takut. Keringat dinginku bercucuran. Apa yang bakal terjadi? Apa? Kutunggu terus hingga mataku hampir sulit
untuk terpejam. Tiba-tiba...
Sekelebat bayangan hitam bergerak
cepat di depan mataku.Bergerak
perlahan memasuki kamarku melalui pintu kamarku. Seseorang itu semuanya
terlihat hitam.
Seseorang yang mengirimkan surat itu untukku. Siapakah itu? Aku mencoba untuk
tidak bersikap gegabah. Aku berpura-pura untuk seperti orang tidur. Bayangan
itu semakin mendekat. Sebuah kilatan benda tajam berkilau , digenggamnya dengan
erat . Bersiap-siap menghunus sebuah benda tajam kepadaku. Tubuhku semakin
bergetar. Rasa takutku semakin mencekam erat diriku. Ketakutanku semakin menjadi-jadi.
Bayangan
itu semakin mendekat. Makin mendekat, semakin mendekat, semakin mendekat hingga
aku bisa merasakan desah napasnya. Tubuhku bergetar. Menggigil tak menentu
perasaanku.
Benda
berkilat sudah siap terhunus ke arahku. Aku bingung apa yang harus
kulakukan.Sementara aku hampir berada di ujung akhir hidupku. Tak sempat kulirik lagi Mira yang berada
dibelakangku. Diriku terdiam. Tak bisa lagi
mulutku berteriak membangunkan Mira
untuk membantuku melawan sosok tak dikenal ini.
Dengan nekat aku berontak tanpa
sadar. Kuhidupkan lampu meja yang ada di dekatku secepat mungkin. Mencoba melakukan segala pertahanan, kucoba untuk menyerangnya
sambil menghindari sabetan-sabetan itu. Ntah kekuatan darimana aku bisa seperti
itu.
Aku
serang dia bertubi-tubi dengan segala kepalan tinju dan segala tendanganku.
Cukup sulit untuk mengalahkannya. Hingga akhirnya gerakannya mulai melemah
kelelahan, dan sekuat tenaga kulumpuhkan hingga akhirnya bisa aku tangkap
seseorang itu. Tak kusangka. Ternyata dia adalah Mira !! Sungguh tak kusadari ternyata yang berada di
belakangku tadi hanyalah bantal guling yang ditutupi selimut untuk
mengelabuiku.
Kulumpuhkan Mira dengan gerakan
mengunci lawan. Mira pun tak berkutik.
“ Ada apa ini Mira ? Mengapa kau
ingin membunuhku? Apa salahku ? “ tanyaku kesal
“ Semuanya karna Rezta ! Semuanya
karena Rezta sangat mencintaimu! Kau merebutnya dariku ! Rezta itu milikku.
Milikku !! “ jawabnya penuh rasa kesal
“ Aku tidak merebut Rezta! Mengapa
kau lakukan ini semua?” kataku
“ Ini semua salahmu ! Telah merebut
Rezta dariku. Aku adalah tunangan Rezta sebelum dirimu. Kami berpisah karena
keegoisanku. Namun ketika aku menyadari bahwa aku tak bisa kehilangan Rezta.
Aku mulai mencari-cari cara untuk melenyapkanmu. Apalagi saat itu Rezta bercerita tentang kau padaku. Aku sebagai
seorang psikolog tahu
kau sedangmengalami Schizophrenia yang sangat menguntungkan bagiku. Aku bisa
menjebakmu ke permainanku hingga akhirnya aku bisa melenyapkanmu. Aku sudah
menyusun rapi semua rencana untuk membunuhmu hingga malam ini. Apalagi kau
masuk perangkapku, dengan memintaku menemanimu malam ini,mempermudahkanku untuk
melakukan rencanaku. Tak kusangka kau kuat juga. Sangat kuat untuk orang sakit
jiwa !! “ kata Mira penuh guratan dendam
“ Bukan aku yang sakit jiwa !! Tapi
kau Mira ! Kau ! Kau yang sakit jiwa! Kau yang pembunuh Mira ! Kau gila! Kau
ingin membunuhku demi mendapatkan cinta Rezta ! Kau gila Mira! Gila! “
mm
“
Aku tidak gila ! AKU TIDAK GILA !! AKU BUKAN PEMBUNUH ! AKU TIDAK PERNAH
MEMBUNUH SESEORANG ! AKU BUKAN PEMBUNUH !! TIDAK !! “ Emosi Mira tak terkendali
Belati yang dipegangnya tadi terjatuh.
Tangisnya pecah. Membahana ke seluruh sudut kamar ini. Dia benar-benar seperti
orang gila! Psikologisnya sudah terganggu, sangat rapuh! Aku benar-benar merasa
takut melihatnya, dia bisa saja nekat menghabisiku. Tapi tiba-tiba tangannya
mengambil belati,namun anehnya dia malah menuju ke arah vas bunga anyelir
putihku. Apa yang akan dilakukannya? Diriku kalut dalam suasana mencekam ini.
Dipegangnya 9 tangkai Anyelir
putihku itu, digenggamnya dengan erat di dada, diciumnya harum semerbak bunga
itu. Digerakkan belati itu seperti hendak memotong bunga
Anyelirku. Jangan! Itu bunga kesayanganku.
Namun aku salah !! Dihunuskan belati tajam itu kearah
dadanya, tepat disamping kanan dimana ia menggenggam erat bunga itu. Aaahhh....
Mira bunuh diri !!!
“
Ingatlah Geovanny Milrenona. Aku yang meminta Rezta mengabulkan permintaanmu
dengan Anyelir putih berjumlah 9,sesuai namamu,
nona berarti 9. Aku juga yang telah
mempengaruhimu untuk menyukai anyelir karena harumnya bunga itu dalam jumlah
yang cukup banyak bisa mempengaruhi otakku dan akhirnya bias menggangu
psikologismu. Aku pintar bukan! Aku telah menyusun semua rencana!! Ingatlah semua ini. Ingatlah Vanny! Ini
semua terjadi antara aku, kau, Rezta dan 9
tangkai Anyelir putih ini. “ ucapan terakhirnya saat ia menutup mata dan
mengakhiri seluruh perjalanan hidupnya. Menghembuskan nafas terakhirnya.
Aku hanya bisa duduk terdiam.
Membisu.Tak berkutik.Tak berdaya. Aku
tak tahu apa yang harus kulakukan saat itu. Aku hanya lemas sambil memandangi Anyelir putih yang telah berwarna merah
separuh karena darah Mira yang mengalir deras. Menodai
putihnya lambang cinta yang murni, yang suci.
Semuanya tiba-tiba terasa gelap di
mataku. Aku rasakan tubuhku yang kian melemah. Mataku berkunan-kunang. Aku
seperti susah bernafas. . Bruukk… !! Aku pingsan . terbaring lemah. Yang
terlihat olehku hanyalah 9 anyelir putih yang separuh merah karena darah. Cinta
yang murni, yang suci yang ternodai.
Cerita ini terbagi menjadi 31 cerita yang merupakan karya tangan anak-anak kelas XA SMAN 1 Pemali. Cerita ini saya buat untuk mengenang masa-masa indah bersama teman-teman di sekolah. Mudah-mudahan nanti akan saya publikasikan juga Cerpen karya anak-anak XB.
Tetap bersama baygag karena blog ini akan terus di update :)
Temukan 31 Seri cerita lengkapnya!!! klik di sini
Temukan 31 Seri cerita lengkapnya!!! klik di sini